jump to navigation

Happy Idul Adha 1432 H November 7, 2011

Posted by ibnu dwi bandono in Event.
add a comment

Selamat Hari Idul Adha 1432 H untuk semua warga muslim di Indonesia bahkan Dunia. Semoga  dengan adanya kegiatan kurban, kita bisa menjadi orang yang lebih ikhlas memberi ke sesama manusia.

Teringat Kata Kata yg luar biasa:

“Memberi lebih baik daripada menerima, dan memberi dengan ikhlas akan dimudahkan segala urusannya (dunia dan akhirat)” 🙂

Anugerah Terindah Untukmu Negeriku: Potensi Geothermal Indonesia July 17, 2011

Posted by ibnu dwi bandono in Geology Time.
add a comment

Gambar 1 Energi Panasbumi

            Energi panas bumi, adalah energi panas yang tersimpan dalam batuan di bawah permukaan bumi danfluida yang terkandung didalamnya. Energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di Italy sejak tahun 1913 dan di New Zealand sejak tahun 1958. Pemanfaatan energi panas bumi untuk sektor non‐listrik (direct use) telah berlangsung di Iceland sekitar 70 tahun. Meningkatnya kebutuhan akan energi serta meningkatnya harga minyak, khususnya pada tahun 1973 dan 1979, telah memacu negara‐negara lain, termasuk Amerika Serikat, untuk mengurangi ketergantungan mereka pada minyak dengan cara memanfaatkan energi panas bumi. Saat ini energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di 24 Negara, termasuk Indonesia. Disamping itu fluida panas bumi juga dimanfaatkan untuk sektor non‐listrik di 72 negara, antara lain untuk pemanasan ruangan, pemanasan air, pemanasan rumah kaca, pengeringan hasil produk pertanian, pemanasan tanah, pengeringan kayu, kertas dll.

 Gambar 2 Potensi Panasbumi Di Indonesia

            Indonesia secara geologis terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama yaitu : Lempeng Eropa-Asia, India-Australia dan Pasifik yang berperan dalam proses pembentukan gunung api di Indonesia. Kondisi geologi ini memberikan kontribusi nyata akan ketersediaan energi panas bumi di Indonesia. Manifestasi panas bumi yang berjumlah tidak kurang dari 244 lokasi tersebar di P. Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, P. Sulawesi, Halmahera dan Irian Jaya, menunjukkan betapa besarnya kekayaan energi panas bumi yang tersimpan di dalamnya.

 Gambar 3 Peta Persebaran Potensi Panasbumi Indonesia

            Terjadinya sumber energi panasbumi di Indonesia serta karakteristiknya dijelaskan oleh Budihardi (1998) sebagai berikut. Ada tiga lempengan yang berinteraksi di Indonesia, yaitu lempeng Pasifik, lempeng India‐Australia dan lempeng Eurasia. Tumbukan yang terjadi antara ketiga lempeng tektonik tersebut telah memberikan peranan yang sangat penting bagi terbentuknya sumber energi panas bumi di Indonesia. Tumbukan antara lempeng India‐Australia di sebelah selatan dan lempeng Eurasia di sebelah utara mengasilkan zona penunjaman (subduksi) di kedalaman 160 ‐ 210 km di bawah Pulau Jawa‐ Nusatenggara dan di kedalaman sekitar 100 km (Rocks et. al, 1982) di bawah Pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan proses magmatisasi di bawah Pulau Sumatera lebih dangkal dibandingkan dengan di bawah Pulau Jawa atau Nusatenggara. Karena perbedaan kedalaman jenis magma yang dihasilkannya berbeda. Pada kedalaman yang lebih besar jenis magma yang dihasilkan akan lebih bersifat basa dan lebih cair dengan kandungan gas magmatic yang lebih tinggi sehingga menghasilkan erupsi gunung api yang lebih kuat yang pada akhirnya akan menghasilkan endapan vulkanik yang lebih tebal dan terhampar luas. Oleh karena itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa umumnya lebih dalam dan menempati batuan volkanik, sedangkan reservoir panas bumi di Sumatera terdapat di dalam batuan sedimen dan ditemukan pada kedalaman yang lebih dangkal.

 Gambar 4 Konversi Energi Panas Menjadi Energi Listrik (Sumber: PLN)

            Sistim panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur sedang (150o ‐ 225oC). Pengalaman dari lapangan‐lapangan panas bumi yang telah dikembangkan di dunia maupun di Indonesia menunjukkan bahwa sistem panas bumi bertemperatur tinggi dan sedang, sanga potensial bila diusahakan untuk pembangkit listrik. Potensi sumber daya panas bumi Indonesia sangat besar, yaitu sekitar 27500 MWe , sekitar 30‐40% potensi panas bumi dunia. Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) pada prinsipnya sama seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hanya pada PLTU uap dibuat di permukaan menggunakan boiler, sedangkan pada PLTP uap berasal dari reservoir panasbumi. Apabila fluida di kepala sumur berupa fasa uap, maka uap tersebut dapat dialirkan langsung ke turbin, dan kemudian turbin akan mengubah energi panas bumi menjadi energi gerak yang akan memutar generator sehingga dihasilkan energi listrik.

 Gambar 5 Sistem Panasbumi

            Energi panas bumi merupakan energi yang ramah lingkungan karena fluida panas bumi setelah energi panas diubah menjadi energi listrik, fluida dikembalikan ke bawah permukaan (reservoir) melalui sumur injeksi. Penginjeksian air kedalam reservoir merupakan suatu keharusan untuk menjaga keseimbangan masa sehingga memperlambat penurunan tekanan reservoir dan mencegah terjadinya subsidence. Penginjeksian kembali fluida panas bumi setelah fluida tersebut dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, serta adanya recharge (rembesan) air permukaan, menjadikan energi panas bumi sebagai energi yang berkelanjutan (sustainable energy).

 Gambar 6 Proyek Panasbumi dan Warga Sekitar

Sumber: Nenny Saptadji (ITB), dan Modifikasi

Batubara di daerah vulkanik, Mungkinkah?? September 6, 2010

Posted by ibnu dwi bandono in Geology Time.
4 comments

Tau provinsi pada citra satelit diatas?? Ya itu adalah provinsi Banten. Apa yang special dari provinsi ini? Check this out gan..

Ide penulisan ini saya dapat setelah saya melihat salah satu acara tv. Acara tersebut mengambil tema batubara dengan judul “penambangan batubara di dekat ibukota Jakarta”. Setelah membaca judul tersebut, saya jadi penasaran dan ingin menontonnya (padahal bakal pergi bareng ortu, tp saya bela belain nonton karena penasaran, hehee).

Dan ternyata Eng..Ing..Eng..(biar agak megah dikit ah) ternyata penambangan batubara ini ada di provinsi Banten (kok dibilang deket sih? Pdahal kan jaraknya cukup jauh, ya udah lah gpp). Tepatnya di Daerah Bayah, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Daerah ini berada di selatan pulau jawa yang merupakan kumpulan barisan gunungapi. Bahkan batubara ini terdapat juga didaerah lain di dekat Gunung  Sanggabuana. Sebelum menjelaskan tentang penambangan ini lebih lanjut, saya akan kenalkan anda ke teman saya.

Nama                    : Batubara

TTL                         : Kondisi geologi tertentu, Zaman Karbon (kira-kira 340 juta tahun yang lalu)

About me            : Saya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan

Mau lebih kenal dengan dia??

Ketik REG (spasi) Batubara kirim ke 9090..

(eehh, salah deng..emgnya iklan apa..haha)

Batubara dalam pembentukannya membutuhkan kondisi kondisi tertentu dan terbentuk pada zaman Karbon (340 juta tahun lalu) dan juga pada zaman Permian (270 juta tahun yang lalu). Proses pembentukan batubara ini dinamakan “Coalification”. Ada dua tahapan dalam Coalification, yaitu Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk (Lignit = batubara muda) dan Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit (bituminous = mengandung 68 – 86% unsur karbon dan antrasit = mengandung 86% – 98% unsur karbon).

Kembali ke Laptop..(ehh salah lagi, seharusnya kembali ke Bayah)..

Endapan batu bara di daerah Banten ditemukan pada formasi Bayah. Endapan batu bara di daerah Banten terbagi menjadi dua bagian yaitu batu bara yang berumur paleogen dan batu bara yang berumur neogen. Batubara yang bertempat tinggal di Bayah ini termasuk ke dalam batubara yang berumur paleogen. Endapan Paleogen adalah endapan yang terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar Tersier Bawah atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen.

Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari batuan sedimen yang pernah ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan berlangsung mulai terjadi pada Eosen Tengah. Pemekaran Tersier Bawah yang terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada pada tatanan busur dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman Lempeng Indo-Australia. Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu non-marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau yang dangkal.

Setiap batubara pasti memiliki kualitasnya sendiri sendiri meskipun mereka sama sama batubara (kalo ibarat orang sih ada yang ganteng, jelek, cantik, pintar, dll gtu deh). Nah untuk menentukan kualitas batubara dapat digunakan analisa petrografi (petrografi = mata kuliah melihat batuan pada mikroskop tertentu). Kualitas batu bara dipengaruhi oleh dua hal yaitu efek panas (intrusi) dan efek umur. Berikut gambar batubara di Bayah berdasarkan petrografi:

Hasil analisa petrografi pada batu bara

Pada batubara dikenal kata eksinit, vitrinit, dan inertinit. Eksinit terbentuk dari daun, kulit pohon, serbuk sari, biji, dan resin pada pohon dan Tingkat pantulannya sangat rendah (gelap kelabu). Vitrinit terbentuk dari jaringan kayu dan tingkat pantulannya rendah (agak kelabu). Dan inertinit terbentuk dari jaringan kayu yang mengalami oksidasi kuat sehingga tingkat pantulannya tinggi (putih terang). Ketika intrusi mengganggu batubara, maka eksinit “menyamar” menjadi vitrinit sehingga batubara terlihat memiliki kandungan vitrinit yang melimpah. Sedangkan apabila intrusi tidak mengganggu batubara, maka eksinit tidak “menyamar” dan dapat dibedakan dengan jelas dibanding vitrinit.

Intrusi ini justru juga dapat mempengaruhi status dari batubara yang diganggunya (kayak facebook aja pake status status segala, hehee). Peningkatan status batubara oleh intrusi dipengaruhi oleh suhu batuan intrusive tersebut. Suhu-lah yang mempengaruhi batubara tersebut. Peningkatan status batubara juga dipengaruhi oleh tingkat kedalaman batubara, suhu dan tekanan. Batubara tingkat rendah dapat terubah menjadi batubara tingkat tinggi.

Jadi sangat dimungkinkan ditemukannya batubara pada daerah vulkanik (khususnya daerah intrusi) dan salah satunya ditemukan di Bayah, Kab. Lebak, Banten. Penambangan di Bayah ini merupakan penambangan rakyat dengan metode under ground mining atau penambangan bawah tanah dengan peralatan sederhana

Penambangan di Bayah, Banten

Berhubung saya kuliah di semarang, satu pertanyaan melekat pada otak saya, Apakah mungkin ditemukan batubara disekitar Gunung Ungaran?? Hal itu masih diperlukan penelitian lebih lanjut.

Mengenal Sesar (Fault), Bahaya dan Manfaat August 28, 2010

Posted by ibnu dwi bandono in Geology Time.
2 comments

Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan searah dengan arah retakan. Ukuran pergerakan ini adalah bersifat relatif, dan kepentingannya juga relatif. Ukuran dimensi sesar mungkin dapat mencapai ratusan kilometer panjangnya (sesar Semangko) atau hanya beberapa sentimeter saja. Arah pergerakan sesar disebut bidang sesar. Bidang sesar meliputi Hanging wall (diilustrasikan tempat kita gantung diri, hehee) dan Foot wall (diilustrasikan tempat berpijak).

Sesar Turun

Sesar Turun adalah sesar yang terjadi karena pergeseran blok batuan akibat pengaruh gaya gravitasi dan terjadi sebagai akibat dari hilangnya pengaruh gaya sehingga batuan menuju ke posisi  seimbang. Pada gambar disamping, Hanging wall cenderung turun terhadap footwall sehingga apabila kita melihat lapisan batuan yang horizontal, maka akan menimbulkan ketidakseragaman lapisan. Pada kenyataan di lapangan, sesar ini dapat dilihat dengan baik. Kita dapat melihat dari litologinya dengan penglihatan secara horizontal terhadap lapisan batuan tersebut. Berikut contoh sesar turun:

Sesar Turun di Lapangan

Sesar Naik

Sesar Naik adalah sesar dimana salah satu blok batuan bergeser ke arah atas dan blok bagian lainnya bergeser ke arah bawah disepanjang bidang sesarnya. Untuk sesar naik, diperlukan energi atau gaya yang lebih besar untuk dapat menaikkan hanging wall ini ketimbang pada sesar turun (hanging wall turun)

Sesar Mendatar

Sesar Mendatar adalah sesar yang pergerakannya sejajar, blok bagian kiri relatif bergeser kearah yang berlawanan dengan blok bagian kanannya. Contoh dilapangannya:

Bahaya dari Sesar:Sesar Mayor yang terjadi pada kerak bumi adalah hasil dari shear motion dan zona sesar aktif merupakan zona yang rawan akan gempa bumi. Gempa Bumi sebabkan oleh energi selama terjadinya pergeseran yang cepat sepanjang bidang sesar. Apabila sesar terjadi di laut maka akan berpotensi terjadinya tsunami.

Manfaat:

Tentunya keuntungan bagi mahasiswa teknik geologi untuk mempelajari mekanisme pergerakan bumi khususnya pergerakan lempeng tektonik

Fosil, Si Penjelajah Waktu August 8, 2010

Posted by ibnu dwi bandono in Geology Time.
4 comments

Ketika mendengar kata “Fosil”, kita pasti langsung konek sm tulang belulang, sisa makhluk hidup, dan identik dengan penggalian dibawah tanah. Fosil banyak sekali diteliti oleh para arkeolog untuk menentukan kehidupan manusia purba dari masa ke masa.

Fosil adalah sisa-sisa atau bekas-bekas makhluk hidup yang menjadi batu atau mineral. Untuk menjadi fosil, sisa-sisa hewan atau tanaman ini harus segera tertutup sedimen. secara singkat definisi dari fosil harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Sisa-sisa organisme.
  2. Terawetkan secara alamiah.
  3. Pada umumnya padat/kompak/keras.
  4. Berumur lebih dari 11.000 tahun.

Menurut paleontologist (ahli paleontologi) ada macam macam fosil tetapi secara umum ada dua macam jenis fosil yg perlu diketahui: Yaitu bagian dari organisme itu sendiri, dan sisa-sisa aktifitasnya.

~ Organisme itu sendiri

Mammoth yang tersimpan dalam es (kiri) dan Nyamuk yang terperangkap di amber (kanan)

Tipe pertama ini adalah binatangnya itu sendiri yang terawetkan/tersimpan. Dapat beruba tulangnya, daun-nya, cangkangnya, dan hampir semua yang tersimpan ini adalah bagian dari tubuhnya yang “keras”.

~ Sisa-sisa aktifitasnya

Secara mudah pembentukan fosil ini dapat melalui beberapa jalan, antara lain seperti    yang terlihat dibawah ini. Fosil sisa aktifitasnya sering juga disebut dengan Trace Fosil (Fosil jejak), karena yang terlihat hanyalah sisa-sisa aktifitasnya. Jadi ada kemungkinan fosil itu bukan bagian dari tubuh binatang atau tumbuhan itu sendiri.

Fosil terbentuk dari proses dari proses penghancuran peninggalan organisme yang pernah hidup. Hal ini sering terjadi ketika tumbuhan atau hewan terkubur dalam kondisi lingkungan yang bebas oksigen. Fosil yang ada jarang terawetkan dalam bentuknya yang asli. Dalam beberapa kasus, kandungan mineralnya berubah secara kimiawi atau sisa-sisanya terlarut semua sehingga digantikan dengan cetakan.

Ahli paleontologi menggunakan fosil untuk banyak hal. Ada dua penggunaan fosil yang sangat penting:

  1. Untuk menentukan umur relatif suatu batuan
  2. Untuk menentukan keadaan lingkungan dan ekologi yang ada ketika batuan yang mengandung fosil tersebut terbentuk

Kenapa milih Geologi?????? August 8, 2010

Posted by ibnu dwi bandono in About Writer.
12 comments

Post ini gw namain “kenapa Geologi????????”. Tp kenapa gw namain bgtu? Karena itu perjalanan hidup gw yg berliku liku dan akhirnya gw jodoh di geologi. Satu pertanyaan timbul, kenapa tanda serunya banyak bgt? Knp gk satu aja sih? Dengan bangga gw jawab: karena memang geologi erat kaitannya dengan banyak pertanyaan dan identik dengan tanda seru.

Berawal dari sepupu yang menginjakkan karirnya di Petroleum Industry  dengan gajinya yang mencapai dua digit (xx perak?, hahaaa gk lah, xx didepan 6x angka 0)..Dari situ gw pengen bgt masuk ke Petroleum Industry dan coba coba nyari jurusan yang berkaitan dengan itu, yaitu Teknik Perminyakan. Yang gw tau Teknik Perminyakan ada di ITB. Meskipun bayar mahal mahal, gpp asal dapet pengalaman. Dan akhirnya gw MASUK dan LOLOS (“masuk” maksudnya ikut ujian, dan ”lolos” maksudnya gk kesaring, huhhu). Tapi gpp, seperti kata kata mutiara di tipi tipi, ”Life must go on”, terus gw melanjutkan hidup gw dengan tetap memegang mimpi sebagai mahasiswa teknik perminyakan. Seiring berjalannya waktu akhirnya gw diterima sebagai mahasiswa teknik perminyakan di salah satu perguruan tinggi swasta. Cukup bangga jug sih, heheeee…

Namun ternyata langkah gw menuju teknik perminyakan terganjal oleh beberapa pendapat yang setelah dipikir 7 hari 7 malem ada benarnya jg, yaitu

Sepupu mengatakan, “Kalo minyak udh habis, ntar mau kerja dimana? (iya juga ya, dmn ya?Masa nganggur?)”

Kerabat mengatakan, “Hati hati aja jadi petroleum engineer, kn selalu ngutek ngutek minyak, jd ntar kehirup aroma minyak bumi yang kadar sulfurnya tinggi, jd berpengaruh ke kesehatannya (ketika gw diceritain hal itu gw langsung diam termenung dan mikir ulang 2 hari 3 malem, hehehe)”

Sepupu yg lain juga mengatakan, “Ooh mau masuk perminyakan, mau jualan minyak ya? (hahahaaa, gk jualan keliling jg lah, hehee)”

Dan juga pendapat pendapat dari kerabat lainnya yang gak bisa diinget, hehehee.. Gw kemudian termenung sambil melihat pandangan yang indah (dmn tuh?, dmn aja boleh…) sambil mikirin nasib gw klo di Perminyakan. Gaji yang selangit tapi tidak diimbangi dengan masa tua yang tenang. Lalu gw banyak Tanya ke sodara sodara gw, tentang jurusan yang masih berkaitan dengan Petroleum tapi bukan Perminyakan.

Salah satu sodara bilang, “hhhmmmm…jurusan berkaitan dengan petroleum ya…hhhmmmm…ambil Geologi aja!!!!”

Geologi??

Pertamanya gw bingung jurusan Geologi itu apa?

Belajarnya tentang apa?

Sama gk dengan Geografi?

Itu lah pertanyaan yang timbul setelah mendengar kata “Geologi”…. Akhirnya gw coba searching searching di internet dan dapet apa yang gw tanya.. yaitu tentang Geologi, pekerjaannya tentang apa aja..prospeknya gimana..dll lah pokoknya… excited bgt gw ngeliat penjelasan salah satu post di mbah google.. dan akhirnya gw putusin ambil Teknik Geologi…

Timbul pertanyaan baru, Universitas mana yg ada geologinya?

Gw ngeliat ada ITB, UGM, Unpad, Undip, Unsoed, dll..

Gw liat ke tiga universitas yg gw sebut di atas, kok kyknya susah bgt karena jumlah kursinya terbatas (untuk SNMPTN), dan akhirnya gw ikut tes untuk Undip dan Unsoed..Gw pun menjalani hari dipenuhi dengan soal soal ujian yang kadang bikin lieur itu…hehehee

Alhamdulillah keduanya lolos (lolos yg sekarang masuk beneran lho..hehehe) dan keduanya Teknik Geologi. Dengan segala pemikiran, gw akhirnya ambil di Undip…

Dari situlah asal muasalnya gw memilih dan masuk ke jurusan Teknik Geologi..Semoga yg lain jgn ragu masuk geologi karena ahli geologi masih belum banyak dan sangat dibutuhkan di bidang industry baik di perminyakan, tambang (emas, batu bara, dll), geothermal, geologi teknik (berhubungan dengan teknik sipil), Mitigasi bencana geologi..Semoga post ini bermanfaat bagi yang lain dan join di Geologi!!

Mengenal Prof Dott Sampurno, Sang Pionir Geologi Teknik July 25, 2010

Posted by ibnu dwi bandono in Geology Time.
2 comments

Dia salah seorang pionir geologi teknik dan lingkungan di Indonesia. Bidang keilmuan yang berkait erat dengan teknik sipil, bencana alam dan lingkungan. Bumi, kata guru besar Institut Teknologi Bandung (ITB), ini ibarat remasan kerupuk di atas bubur panas. Di Bumi ini terdapat lebih kurang 16 keping lempeng. Pergeseran satu lempeng itu, hari Minggu, 26 Desember 2004, mengakibatkan gempa yang disusul tsunami dan merenggut ratusan ribu jiwa manusia, di antaranya di Aceh dan Sumut.
Jika diibaratkan bumi ini sebesar bola sepak, maka tanah tempat manusia menempel di atasnya ibarat kulit yang tebalnya hanya 0,7 milimeter. Kulit yang tipis itu mengapung-apung di atas massa cair kental yang pijar bersuhu tinggi. Kulit bumi yang tipis terus bergerak, bergeser, saling mendesak, mengerut dan terkoyak atau sobek di sana-sini sehingga pecah berkeping-keping. Satu di antara pergeseran lempeng tersebut terjadi hari Minggu, 26 Desember 2004, mengakibatkan gempa yang disusul tsunami.
Pria kelahiran Semarang, 2 Desember 1934, dari keluarga sederhana pasangan M Koetojo dan Ny Moendijah, ini mengaku sudah tertarik dengan ilmu kebumian sejak SMP dan SMA. Kemudian, ia memasuki Jurusan Geologi FIPIA Universitas Indonesia (UI), kini Institut Teknologi Bandung (ITB), tahun 1954. Kala itu, tempat kuliahnya bekas bedeng asrama tentara, berupa bangunan setengah bata dan setengah bilik. Ruang baca bersatu dengan ruang tata usaha sehingga selalu ramai.
Dia menyenangi bidang geologi teknik karena hasil pekerjaannya bisa cepat dievaluasi dan banyak berhubungan dengan orang banyak. Tahun 1959-1962, ia melanjutkan studi geologi di Facolta di Scienae Universitas Degli Studi, Padova, Italia. Ia meraih gelar dottore in scienze geologiche dengan tesis berjudul Studio Petrografico della zona di Contatto di Val San Valentino, Adamello.
Saat studi di Italia itu, Sampurno merasa kagum melihat karya Prof Dr Dal Piaz yang mengolah geologi jalan raya Bologna-Florence di Italia. Sehingga minatnya tentang geologi semakin tinggi.
Sekembali dari Italia, dia bertekad kuat untuk mengaplikasikan ilmunya di Indonesia. Pertama kali, Sampurno mengaplikasikan geologi teknik dalam pemugaran Candi Borobudur. Saat itu, ada tiga hal yang menjadi perhatiannya, yakni keadaan tanah, bahan baku batuan dan penyediaan air. Berkat pengabdiannya dalam pemugaran Candi Borobudur, ia pun menerima piagam penghargaan dan medali dari Menteri P dan K pada 22 Februari 1983.
Saat aktif dalam pemugaran Candi Borobudur itu pula, ia berkenalan dengan ahli purbakala, Dra Sri Wuryani yang kemudian menikahinya tahun 1964. Pernikahan ini dikaruniai tiga anak, yaitu Vedy, Niya, dan Ista.
Dia dan keluarganya hidup bersahaja. Kebersahajaan itu tercermin dari kegemarannya berbaju batik atau lurik dengan alas kaki sepatu sandal, serta pilihan hidupnya menjadi dosen. Penggemar olahraga renang dan menyapu lantai atau halaman rumah, ini memulai kariernya sebagai pengajar di ITB sejak 1 September 1959, hingga menjadi seorang profesor. Setelah 45 tahun mengabdi, dia mengaku gaji pokok seorang profesor hanya Rp 1.447.700.
Maka, selain mengajar di ITB, ia pun mengajar di berbagai perguruan tinggi lainnya, seperti di Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung, STT Nasional Yogyakarta, Universitas Pakuan (Unpak) Bogor dan Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung.
Di kalangan mahasiswanya, ia dikenal sebagai dosen yang disiplin dan “galak”. Padahal, kalau di rumah, menurut pengakuan Niya, anak keduanya, tidak pernah marah. Di mata anak-anaknya, sang ayah terkesan paling senang kalau diajak makan di warung tenda. Jika ada pengamen, ia biasanya meminta dua sampai tiga lagu. Setelah itu pengamennya diajak makan bareng. Akan tetapi, kalau pengamennya waria, malah diminta cepat-cepat pergi.
Gaya dan semangat hidupnya bersahaja, hangat dan energik walau usianya sudah mencapai 70 tahun. Dalam usia 60 tahun, ia masih mampu mendaki puncak Cartenz di Pegunungan Jayawijaya, Irian Jaya. Seperti tidak mengenal lelah, dia selalu bersemangat menanamkan kepedulian masyarakat terhadap alam melalui ilmu pengetahuan geologi.
Sejak tahun 1970, ia turut menerapkan ilmu geologi dalam berbagai bidang pembangunan. Seperti geologi untuk bendungan, jalan raya, longsoran, pengadaan air bersih, pengembangan wilayah dan kota, serta lokasi pembuangan sampah padat. Selama 37 tahun sejak tahun 1963, dia mengaplikasikan keahliannya di bidang geologi teknik, sebagai tenaga ahli di Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat.
Dia juga aktif dalam Kelompok Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Pariwisata (KPPLH dan KPPPar-ITB). Hasil penelitian dan pemikirannya tentang geologi teknik dan lingkungan tersebut tersebar di berbagai media.
Dia memang punya kemampuan menulis secara populer. Di berbagai media, Sampurno menulis dengan bahasa yang sederhana, mudah dan enak dicerna oleh pembaca awam sekalipun, sehingga ilmu pengetahuan geologi itu lebih membumi.
Dia pun sangat beruntung memiliki pasangan hidup, isteri, yang ahli purbakala. Secara tertib, isterinya selalu menyimpan tulisan-tulisan tersebut, baik berupa hasil penelitian maupun kliping surat kabar dan foto-fotonya. Kemudian oleh anak-anaknya, kumpulan tulisan itu dibukukan.
Telah terbit dalam dua jilid, yakni Kilas Balik Pelangi Kehidupan Sampurno dan Jejak Langkah Geologi. Kedua buku itu memperlihatkan kecintaannya terhadap geologi lingkungan. Diluncurkan pada pelepasannya sebagai guru besar ITB, 18 Desember 2004, setelah hampir setengah abad merintis aktivitas pemikirannya. Namun, sebagai guru, dia mengaku, tak mengenal pensiun. Menurutnya, pensiun sebagai guru besar di ITB, merupakan awal untuk melanjutkan perjalanannya di tempat lain.

Sumber: http://www.biografiindonesia.com/ensiklopedi/d/dott-sampurno/index.shtml

Bengawan Solo, Riwayatmu Dulu?? July 18, 2010

Posted by ibnu dwi bandono in Geology Time.
add a comment

Siapa yang tau lirik lagu di bawah ini??

I V
Bengawan Solo
IV I
Riwayatmu ini
Sedari dulu jadi
Perhatian insani

Musim kemarau
Tak seb’rapa airmu
Di musim hujan, air
meluap sampai jauh

Ref:
I IV
Mata airmu dari Solo
V I
Terkurung Gunung Seribu
Air mengalir sampai jauh
IV V
Akhirnya ke laut

Itu perahu
Riwayatmu dulu
Kaum pedagang s’lalu
Naik itu perahu

Tentunya udh pada tau lagu ini (wong udh beken kok). Lagu ini diciptakan oleh Alm Gesang yang begitu terkesan dengan sungai bengawan solo. Bahkan beliau menciptakan lagu ini ketika beliau sedang berada di pinggir sungai ini.  Apa sih uniknya sungai ini??

Kita gk akan bahas tentang mitos – mitos mengenai sungai itu, namun akan lebih ke aspek geologinya..

Sungai ini bernama Bengawan Solo (Kok bisa bengawan solo sih? padahal kn udh gk lewat Solo). Sungai ini merupakan salah satu sungai yang unik di Pulau Jawa. Uniknya apa? uniknya adalah aliran sungai ini berbalik arah ke arah UTARA!!! Padahal seharusnya aliran sungai ini mengalir ke Selatan Jawa (Kok bisa?). Berikut penjelasan kenapa aliran Bengawan Solo berbalik arah versi Pa’ Dhe Rovicky

Pantai Selatan Jawa didongkrak!

QuantcastHaiyak … judulnya kok serem banget ya. Lah ya gimana lagi wong emang pantai selatan Jawa itu memang ada bagian-bagian yg terangkatnya kok. Dan buktinya juga ada, mekanismenya juga jelas.

Mungkin bukti yang mudah adalah gunung gamping itu. Gamping yang terususun oleh koral itu kan dahulunya laut, tetapi sekarang udah jadi gunung. Pastilah gunung itu terangkat namun tadinya berupa laut.  Jadi memang pantai selatan Jawa ini didongkel ke atas.

Kalau ada yg suka mengamat-amati dunia ini dengan google earth atau wikimapia tentunya sangat mudah menemukan gejala-gejala ini. Salahsatunya pembalikan aliran sungai Bengawan Solo.

Sungai Bengawan Solo Jadul Bermuara di Laut Selatan

bengawanpurba.jpg Sungai bengawan solo yg kita kenal saat ini bermuara di Gresik, seperti yang pernah dicritakan dulu disini sebelumnya bermuara diselat Madura tetapi kemudian dialirkan ke utara ke Laut Jawa. Perubahan pengaliran ini dilakukan dengan membuat sebuah saluran khusus sepanjang lebih dari 15 Kilometer.

Perubahan aliran sungai bengawan Solo ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Sebelumnya sungai Bengawan Solo ini mengalir ke selatan. Iya … mengalir ke selatan dan bermuara di Laut Selatan (Samodra Indonesia).

Jejak-jejak sungai ini masih bisa dilihat saat ini. beruntunglah kita sekarang ada Google Earth juga ada Wikimapia yang dapat diakses lewat web. Nah nanti ditengok sendiri di Google-earth atau wikimapia.
Gambar disebelah ini diambil dari wikimapia. Gambar ini memperlihatkan jejak-jejak aliran sungai Bengawan Solo jadul… waduuuh … sebenernya ngga boleh disebut Bengawan Solo ya, lah wong sungainya belum sempet lewat solo je . GImana kalau disebut Bengawan Wonogiri ? Lah iya kan sungainya dahulu berujung di Wonogiri. Saat ini masih dapat dilihat bahwa sungai ini

Bagaimana bisa berbalik arah aliran ini ?

terangkat1.jpg Sebelumnya arah aliran sungai Bengawan Wonogiri Solo ini mengalir ke arah selatan. Sungai ini bermuara di Samodra  Hindia Indonesia. Proses tentonik tentunya sejak dulu juga ada. Lempeng Ustrali di sebelah kanan (selatan) ini menabrak dan menghunjam ke bawah Pulau Jawa.

terangkat2.jpgKarena adanya kerak Ustrali menghunjam kebawah tentunya bagian pinggir (bag selatan) Pulau Jawa ini akan terangkat terus menerus kan ? Sehingga lama kelamaan aliran air permukaan yg melalui sungai akan terganggu.
terangkat3.jpg Sampai akhirnya ketika pengangkatannya sudah cukup tinggi, maka  airpun tidk dapat mengalir ke arah selatan, dan “berbalik” ke utara. Saat ini kita hanya dapat mengamati adanya endapan-endapan sungai Bengawan Wonogiri Solo purba.

Pengangkatan ini masih terus beralngsung hingga saat ini. Pengangkatan ini terjadi bersamaan pula dengan proses terjadinya gempa.

Karena proses pengangkatan ini perlahan, dan seperti kita tahu bahwa gelombang pantai selatan ini sangat besar maka dinding-dinding pantai selatan Jawa ini sangat curam. Hanya dibeberapa tempat saja yang menunjukkan topografi (kelerengan rupabumi) landai seperti di pantai selatan Jogja.   Ketika bagian selatan Pulau Jawa ini sedikit terangkat, tentusaja gelombang laut juga akan menghantamnya. Dan akhirnya bentuk pantai selatan ini berupa dinding yg curam.

Jadi proses tektoniklah yang berperan dalam proses perubahan arah aliran Sungai Bengawan Solo. Especially (Opo kui) proses pengangkatannya.

Pengangkatan lembah Giritontro akibat tumbukan lempeng Eurasia dan Indo-australia telah menghentikan aliran Bengawan Solo Purba hingga satu juta tahun lalu. Para peneliti memperkirakan kejadian ini terjadi sejak batu gamping formasi Wonosari terangkat atau muncul ke permukaan pada akhir zaman tersier dan aliran sungai ini memiliki sumber mata air di wilayah Kabupaten Wonogiri

Lembah itu sangat dalam dan panjang memotong Pegunungan Selatan. Lembah bekas alur sungai tersebut merupakan salah satu peninggalan Bengawan Solo Purba yang mengalir ke arah selatan ke Samudra Hindia.

Bengawan Solo Purba terbentuk pada saat batu gamping Formasi Wonosari-Punung terangkat sedikit di atas muka laut, yaitu pada akhir Pliosen (sekitar 2 juta tahun lalu). Seiring dengan pengangkatan yang terus berlangsung, Bengawan Solo mengikis dasar sungai hingga membentuk lembah yang sangat dalam seperti terlihat di tepi jalan Giribelah-Pacitan di Dusun Giribelah

Bengawan Solo Purba sudah tidak mengalir lagi dikarenakan sinkhole yang sudah mulai terbentuk. Aliran Bengawan Solo sudah tidak mampu lagi mengimbangi aliran yang masuk ke dalam sistem sungai bawah tanah. Di samping itu, hilangnya aliran permukaan juga disebabkan oleh pengangkatan yang berlangsung relatif cepat pada Pleistosen Akhir (sekitar 100.000 – 500.000 tahun yang lalu).

Aliran sungai Bengawan Solo kini sudah tidak ada airnya lagi, namun sekarang malah meninggalkan potensi, yaitu peninggalan fosil fosil pada jaman baheula yang sekarang banyak ditemukan. Salah satunya fosil yang ditemukan adalah fosil gajah purba (Stegodon trigonocephalus) yang diperkirakan berumur 700.000 tahun yang berupa gadingnya. Ini membuktikan bahwa hewan purba pernah berdomisili (?? kyk manusia aja, hehehee) di sepanjang pinggiran Sungai Bengawan Solo Purba ini.

Ternyata apabila kalian menemukan fosil di daerah ini, kalian bisa menjadi JUTAWAN..setiap penemuan 5 fosil akan diberi imbalan 8 – 9 juta oleh Balai Pelestari Situs Manusia Purba Sangiran (BPSMPS). (Lumayan buat nambah – nambahin uang jajan, hehehe) Namun harga itu tidak mengikat bisa saja berkurang tergantung pada fosil yang ditemukan. Apabila fosil manusia maka akan semakin mahal harganya dibanding fosil hewan.

Allah telah memberikan jalannya untuk melakukan penelitian di Sungai Bengawan Solo purba, Ayo para Geologist, kita coba rekonstruksi kejadian geologi di daerah itu..

Sumber: Rovicky.wordpress.com

Menghentikan semburan lumpur sidoarjo July 17, 2010

Posted by ibnu dwi bandono in Geology Time.
add a comment

Kebocoran dari pipa minyak bawah laut milik British Petroleum (BP) telah memasuki minggu ketujuh. Meskipun sulit, ahli-ahli di BP berjuang menutup kebocoran sumur bawah laut di Teluk Meksiko itu. Tak ingin reputasinya merosot, BP mengerahkan aneka upaya dan berbagai macam teknologi. Mereka optimistis kebocoran bisa dihentikan agar pesisir pantai Amerika Serikat tidak tercemar berat oleh tumpahan minyak.

Semburan ini menjadi sorotan dunia, terutama terkait keselamatan migas. Maklum, dengan semburan 3.000-5.000 barrel minyak per hari, insiden ini merupakan pencemaran terburuk dalam sejarah AS, melampaui bencana tumpahan minyak dari kapal tanker Exxon Valdez pada 1989 yang menebarkan minyak di laut lebih dari 245.000 barrel. Pemerintah AS memperkirakan, 18 juta sampai 40 juta galon minyak mentah telah mencemari Teluk Meksiko.

Akibat kejadian ini, Pemerintah Barack Obama mendapatkan tekanan berat dari oposisi, pencinta lingkungan, dan warga AS. Pemerintah Obama menekan BP agar terus berupaya menghentikan kebocoran. Obama tidak mau tahu, bahkan dengan tegas mengatakan penanganan kebocoran dan penanggulangan kerusakan lingkungan sepenuhnya menjadi tanggung jawab BP. Obama juga menebarkan optimisme: ”Kami tidak akan menyerah sampai kebocoran bisa dihentikan, hingga air dan pantai-pantai dibersihkan, hingga orang-orang yang jadi korban bencana buatan manusia mendapatkan hidupnya kembali.”

Kondisi kontras terjadi di Indonesia. Sejak empat tahun lalu, persisnya per 29 Mei 2006, kita dihadapkan kepada semburan lumpur panas yang terus terjadi di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Sekitar 600 hektare kawasan terkena dampak semburan lumpur panas tersebut. Ribuan keluarga terpaksa dipindahkan dari lokasi bencana, termasuk pabrik. Infrastruktur publik, seperti jalan dan rel kereta api, rusak. Tak terhitung kerugian sosial dan ekonomi yang diderita oleh rakyat Jawa Timur akibat petaka lumpur panas itu.

Jika BP berjuang keras menghentikan kebocoran, sebaliknya semburan lumpur panas di Sidoarjo cenderung dibiarkan. Kita menyerah dan menganggap sebagai fenomena alam, seperti putusan Mahkamah Agung bahwa lumpur Lapindo adalah bencana alam. Bahkan, muncul ide dari Presiden Yudhoyono untuk menjadikan pusat semburan lumpur sebagai kawasan wisata. Bencana lumpur dianggap sebagai sesuatu yang layak jadi tontonan.

Untuk mematikan semburan membutuhkan tekad dan kesungguhan dari pelaksana. Karena itu, kasus semacam ini sering melahirkan “pahlawan” sejati, seperti yang dilakukan Wang Jin Xi tahun 1960 saat menanggulangi semburan di lapangan Daqing, China utara. Karena spirit dan inisiatifnya yang sangat kuat itu Jin Xi diberi gelar “Iron Man”. Berkat “pahlawan-pahlawan” itu pula kecelakaan serupa di Selat Timor, Utara Australia, September 2009, berhasil dihentikan. Hampir semua negara di dunia yang memiliki lapangan migas, puluhan kali terjadi kasus serupa, baik di Indonesia, di AS, Afrika, Eropa, maupun Asia. Semua semburan tersebut berhasil dijinakkan.

Semburan migas yang tidak terkontrol dikenal dengan istilah “blow out”. Di Indonesia, ini pernah terjadi di kawasan laut, seperti di pantai Kalimatan Timur, pesisir Sumatra, dan pesisir Jawa. Semburan migas di Indonesia dan Selat Timor terjadi pada kedalaman laut hanya beberapa puluh meter air laut. Sebaliknya, semburan di Teluk Meksiko berada pada kedalaman sekitar 1500 meter. Jadi, penangannya lebih sulit dan lebih mahal.

Karena air laut yang harus ditembus begitu dalam, maka teknologi selubung menggunakan “Riser”, yaitu pipa yang menghubungkan dasar laut dengan permukaan yang memisahkan tercampurnya lumpur pemboran dari air laut. BOP (blow out preventer) atau alat pencegah semburan ditempatkan di dasar laut yang pengontrolannya dilakukan dari permukaan. Semburan dalam kasus di Teluk Meksiko ini sampai membuat Riser terputus dan lepas, sementara BOP tidak sempat mampu menahan tekanan yang datang dari bawah, sehingga semburan terjadi mulai dari dasar laut.

Untuk menutupnya dimulai dengan langkah “pendek”, yaitu melokalisasi semburan dengan cara menurunkan Kubah yang besar dan berat, dan di puncaknya dihubungkan dengan pipa sebagai penyalur minyak sampai ke permukaan. Ini memungkinkan minyak dapat dialirkan ke tanker dan tidak tersebar ke segala arah dan mencemari laut. Analogi serupa dilakukan untuk menghentikan semburan lumpur di Sidoarjo, yaitu semburan diarahkan ke Sungai Porong dengan tanggul untuk sementara waktu.

Untuk mematikan semburan secara permanen dilakukan tahap berikutnya dengan teknologi “Dynamic Killing”. Teknologi ini membutuhkan beberapa sumur miring yang dikenal dengan “Relief Well” untuk saluran menginjeksikan lumpur berat ke sumur sumber semburan. Lumpur berat tersebut akan memiliki tekanan hidrostatis yang cukup besar, sehingga mampu menahan tekanan yang datang dari bawah yang mendorong fluida ke permukaan. Di Teluk Meksiko, kegiatan lokalisasi semburan sudah berhasil dilakukan. Kini memasuki tahap mematikan semburan dengan teknologi dynamic killing.

Dengan metoda serupa, semburan di Selat Timor bisa dimatikan dalam waktu lebih dari empat bulan. Di Subang, Jawa Barat dan Randu-Blatung, Jawa Timur, memakan waktu sekitar lima bulan. Waktu tiga hingga enam bulan jadi pegangan para pelaksana dalam menanggulangi semburan pada kegiatan pengeboran migas. Di Teluk Meksiko, dua relief well sudah berjalan sejak 4 dan 26 Mei 2010. Di Sidoarjo telah disiapkan dua relief well. Sayangnya, kegiatan baru berjalan sekitar 20 persen harus terhenti karena biaya terbatas.

Lokalisasi semburan lumpur di Sidoarjo tidak perlu dengan kubah besar karena terjadi di darat. Lokalisasi cukup dengan mengalirkan ke Sungai Porong. Di Teluk Meksiko, lokalisasi juga dibantu dengan menebar bahan kimia “surfactant” yang memungkinkan minyak bersatu dengan air laut dan membuat minyak jatuh ke dasar laut tidak menyebar di permukaan. Di Sidoarjo tidak memerlukan surfactant karena semburan tidak mengeluarkan minyak secara signifikan, hanya air-panas-asin yang mengandung tanah liar serta gas hidrokarbon sedikit yang tentunya akan menguap sendiri ke permukaan.

Untuk mematikan semburan lumpur di Sidoarjo bisa dilakukan dengan metoda dynamic killing menggunakan relief well. Teknologi dynamic killing dengan bantuan relief well menjadi pilihan standar dalam setiap usaha mematikan semburan pada kegiatan migas, terutama yang memiliki semburan sangat kuat. Teknologi ini sudah dikuasai ahli-ahli migas anak negeri. Jadi, tidak perlu harus mengimpor ahli dan teknologi dari luar negeri.

Sebagai contoh, tahun 1984 di Subang, Jawa Barat, pada 1997 di lepas pantai Kalimantan, dan tahun 2001 di Randu-Blatung, Jawa Timur, semuanya ditangani oleh tenaga ahli dari Indonesia. Begitu pula setelah semburan lumpur di Sidoarjo, pada Desember 2008 semburan lumpur di Gresik, Jawa Timur, April 2009, dan semburan lumpur dan gas di Merbau, Sumatera Selatan, juga dapat dimatikan oleh tenaga ahli dari Indonesia Sendiri.

Untuk semburan yang ringan, dynamic killing bisa dilakukan pada sumur yang sedang menyembur dengan menggunakan bantuan pipa yang dimasukan ke dalam lubang yang sedang menyembur. Kemudian semburan dialirkan ke dalam pipa tersebut setelah di bagian bawah ada alat penyekat, disebut “Packer”, diaktifkan. Metoda ini dipakai pada kasus ratusan sumur di Irak, dekat perbatan Kuwait, yang diledakan saat perang Irak-Kuwait sepuluh tahun lalu.

Metoda ini, diberi nama Top Kill, pernah dicoba di Teluk Meksiko. Namun, metoda ini tidak berhasil karena aliran semburan cukup kuat. Metoda ini juga pernah diaplikasikan di Sumur Banjarpanji, Jawa Timur, dikenal dengan metoda “Snubbing Unit” dan “Side Tracking”. Namun, metoda ini tidak berhasil karena kualitas sumurnya sudah permanen tersemen dan pipa selubung casing-nya sudah penyok dan rusak.

Kecepatan dalam mengambil keputusan, seperti dilakukan “Iron Man” di China dan Obama di AS, untuk mematikan semburan adalah sebuah kebutuhan. Kegiatan tersebut didukung sepenuhnya oleh segenap kemampuan peralatan dan teknologi yang dimiliki manusia saat ini. Sejarah mencatat, dengan langkah all out, tidak ada satupun kejadian semburan blow out yang tidak bisa dimatikan. Ironisnya, semburan lumpur di Sidoarjo empat tahun dibiarkan merana tanpa disentuh teknologi apapun.

Jika semburan lumpur di Sidoarjo tidak dihentikan, diperkirakan radius retakan yang diikuti semburan gas dan air tawar akan sampai sejauh tiga kilometer dari pusat semburan. Perkiraan itu muncul karena pusat semburan air di kedalaman tiga kilometer dari permukaan tanah. Oleh karena itu, sebaiknya warga yang berada di sekitar tiga kilometer atau kurang dari pusat semburan segera dievakuasi atau menjauhkan diri. Karena, cepat atau lambat, area tersebut akan turun atau ambles (subsidance) dan tanahnya retak. Hasilnya, di retakan-retakan tersebut akan timbul semburan gas baru.

Sampai saat ini jumlah semburan baru mencapai 182 buah. Semburan baru itu terjadi karena retakan di permukaan tanah yang mengakibatkan air bercampur gas metan keluar. Jika semburan terus terjadi, tanah di bawah menjadi berlubang dan membuat area sekitarnya tertarik turun. Akibatnya, retakan akan semakin banyak terjadi. Begitu pula semburan yang muncul akan kian banyak. Bentuk turunnya tanah akan seperti corong atau seperti gelas es krim. Jadi, di tengah amblesnya akan paling dalam.

Saat ini amblesan tanah permukaan di dekat semburan sudah mencapai lebih dari 14 meter. Jika dibiarkan, amblesan tersebut akan semakin dalam. Area yang terdampak amblesan saat ini mencapai 1000 meter lebih. Karena itu, area tiga kilometer dari pusat semburan sebaiknya tidak dibangun infrastruktur baru karena wilayah tersebut daerah yang berbahaya.

Menurut analisa sejumlah pihak, semburan lumpur di Sidoarjo bisa sepuluh tahun, atau bahkan 100 tahun lamanya. Ini tidak penting, yang paling penting justru jangan pasif menunggu berhenti, tapi harus dihentikan. Sebab, yang menyembur di lokasi lumpur Lapindo saat ini adalah air asin panas dari bawah tanah. Air itu tidak akan cepat habis dan tak ada yang tahu kapan habisnya.

Biaya yang dibutuhkan untuk menutup semburan lumpur di Sidoarjo diperkirakan hanya sekitar 100 juta dollar Amerika. Biaya ini tergolong murah dibandingkan dengan biaya menghentikan semburan di Teluk Meksiko yang makan miliaran dolar AS, 500 juta dollar di antaranya untuk penelitian lingkungan. Biaya 100 juta dolar AS ini juga termasuk kecil dibandingkan dengan pendapatan tahunan dari usaha migas di Indonesia yang sekitar 25 miliar dolar AS, dan belanja industri migas mencapai 10 miliar dolar AS. Diperlukan keseriusan dan keberanian, seperti halnya Wang Jin Xi dan Obama, dari para pemimpin negeri ini untuk memutuskan penutupan semburan lumpur Sidoarjo.

Rudi Rubiandini R.S.

Pakar Migas dari ITB

Sumber: Blog Ikatan Ahli Geologi Indonesia

Geologi Regional Bayat, Klaten July 12, 2010

Posted by ibnu dwi bandono in Geology Time.
4 comments

KONDISI GEOLOGI REGIONAL

1. Kondisi Umum Kecamatan Bayat

Lokasi daerah Bayat berada kurang lebih 25 km di sebelah timur kota Yogyakarta. Secara umum fisiografi Bayat dibagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah di sebelah utara Kampus Lapangan terutama di sisi utara jala raya Kecamatan Wedi yang disebut sebagai area Perbukitan Jiwo (Jiwo Hills), dan area di sebelah selatan Kampus Lapangan yang merupakan wilayah Pegunungan Selatan (Southern Mountains).

2 Kondisi Geomorfologi

2.1 Perbukitan Jiwo

Perbukitan Jiwo merupakan inlier dari batuan Pre-Tertiary dan Tertiary di sekitar endapan Quartenary, terutama terdiri dari endapan fluvio-volcanic yang berasal dari G. Merapi. Elevasi tertinggi dari puncak-puncak yang ada tidak lebih dari 400 m di atas muka air laut, sehingga perbukitan tersebut merupakan suatu perbukitan rendah.

Perbukitan Jiwo dibagi menjadi dua wilayah yaitu Jiwo Barat dan Jiwo Timur yang keduanya dipisahkan oleh Sungai Dengkeng secara antecedent. Sungai Dengkeng sendiri mengalir mengitari komplek Jiwo Barat, semula mengalir ke arah South-Southwest, berbelok ke arah East kemudian ke North memotong perbukitan dan selanjutnya mengalir ke arah Northeast. Sungai Dengkeng ini merupakan pengering utama dari dataran rendah di sekitar Perbukitan Jiwo.Gambar 4.2. Pembagian fisiografi daerah Bayat di mana Perbukitan Jiwo Barat dan Timur dipisahkan oleh Sungai Dengkeng

Dataran rendah ini semula merupakan rawa-rawa yang luas akibat air yang mengalir dari lembah G. Merapi tertahan oleh Pegunungan Selatan. Genangan air ini, di utara Perbukitan Jiwo mengendapkan pasir yang berasal dari lahar. Sedangkan di selatan atau pada bagian lekukan antarbukit di Perbukitan Jiwo merupakan endapan air tenang yang berupa lempung hitam, suatu sedimen Merapi yang subur ini dikeringkan (direklamasi) oleh pemerintah Kolonial Belanda untuk dijadikan daerah perkebunan. Reklamasi ini dilakukan degan cara membuat saluran-saluran yang ditanggul cukup tinggi sehingga air yang datang dari arah G. Merapi akan tertampung di sungai sedangkan daerah dataran rendahnya yang semula berupa rawa-rawa berubah menjadi tanah kering yang digunakan untuk perkebunan. Sebagian dari rawayang semula luas itu disisakan di daerah yang dikelilingi Puncak Sari, Tugu, dan Kampak di Jiwo Barat, dikenal sebagai Rawa Jombor. Rawa yang disisakan itu berfungsi sebagai tendon untuk keperluan irigasi darah perkebunan di dataran sebelah utara Perbukitan Jiwo Timur.

Untuk mengalirakan air dari rawa-rawa tersebut, dibuat saluran buatan dari sudut Southwest rawa-rawa menembus perbukitan batuan metamorfik di G. Pegat mengalir ke timur melewati Desa Sedan dan memotong Sungai Dengkeng lewat aqueduct di sebelah seatan Jotangan menerus ke arah timur.

Daerah perbukitan yang tersusun oleh batugamping menunjukkan perbukitan memanjang dengan punggung yang tumpul sehingga kenampakan punca-puncak tidak begitu nyata. Tebing-tebing perbukitannya tidak terlalu terbiku sehingga alur-alurnya tidak banyak dijumpai (Perbukitan Bawak-Temas di Jiwo Timur dan Tugu-Kampak di Jiwo Barat). Untuk daerah yang tersusun oleh batuan metamorfik perbukitannya menunjukkan relief yang lebih nyata dengan tebing-tebing yang terbiku kuat. Kuatnya hasil penorehan tersebut menghasilkan akumulasi endapan hasil erosi di kaki perbukitan ini yang dikenal sebagai colluvial. Puncak-puncak perbukitan yang tersusun dari batuan metamorfik terlihat menonjol dan beberapa diantaranya cenderung berbentuk kerucut seperti puncak Jabalkat dan puncak Semanggu. Daerah degan relief kuat ini dijumpai daerah Jiwo Timur mulai dari puncak Konang kea rah timur hingga puncak Semanggu dan Jokotuo. Daerah di sekitar puncak Pendul merupakan satu-satunya tubuh bukit yang seluruhnya tersusun oleh batuan beku. Kondisi morfologinya cukup kasar mirip perbukitan metamorfik namun relief yang ditunjukkan puncaknya tidak sekuat perbukitan metamorfik.

n2.2 Daerah Jiwo Barat

Jiwo Barat terdiri dari deretan perbukitan G. Kampak, G. Tugu, G. Sari, G. Kebo, G. Merak, G. Cakaran, dan G. Jabalkat. G. Kampak dan G. Tugu memiliki litologi batugamping berlapis, putih kekuningan, kompak, tebal lapisan 20 – 40 cm. Di daerah G. Kampak batugamping tersebut sebagian besar merupakan suatu tubuh yang massif, menunjukkan adanya asosiasi dengan kompleks terumbu (reef). Di antara G. Tugu dan G. Sari batugamping tersebut mengalami kontak langsung dengan batuan metamorfik (mica schist).

Daerah Jiwo Barat memiliki puncak-puncak bukit berarah utara-selatan yang diwakili oleh puncak  Jabalkat, Kebo, Merak, Cakaran, Budo, Sari, dan Tugu dengan di bagian paling utara membelok ke arah barat yaitu G. Kampak.

Batuan metamorf di daerah ini mencakup daerah di sekitar G. Sari, G. Kebo, G. Merak, G. Cakaran, dan G. Jabalkat yang secara umum berupa sekis mika, filit, dan banyak mengandung mineral kuarsa. Di sekitar daerah G. Sari, G. Kebo, dan G. Merak  pada sekis mika tersebut dijumpai bongkah-bongkah andesit dan mikrodiorit. Zona-zona lapukannya berupa spheroidal weathering yang banyak dijumpai di tepi jalan desa. Batuan beku tersebut merupakan batuan terobosan yang mengenai tubuh sekis mika . singkapan yang baik dijumpai di dasar sungai-sungai kecil yang menunjukkan kekar kolom (columnar joint).

Batuan metamorfik yang dijumpai juga berupa filit sekis klorit, sekis talk, terdapat mieral garnet, kuarsit serta marmer di sekitar  G. Cakaran, dan G. Jabalkat. Sedangkan pada bagian puncak dari kedua bukit itumasih ditemukan bongkah-bongkah konglomerat kuarsa. Sedangkan di sebelah barat G. Cakaran pada  area pedesaan di tepian Rawa Jombor masih dapat ditemukan sisa-sisa konglomerat kuarsa serta batupasir. Sampai saat ini batuan metamorfik tersebut ditafsirkan sebagai batuan berumur Pre-Tertiary, sedagkan batupasir dan konglomerat dimasukkan ke dalam Formasi Wungkal.

Di daerah ini dijumpai dua inlier (isolated hill) masing-masing di bukit Wungkal dan bukit Salam. Bukit Wungkal semakin lama semakin rendah akibat penggalian penduduk untuk mengambil batu asah (batu wungkal) yang terdapat di bukit tersebut.

2.3 Daerah Jiwo Timur

Daerah ini mencakup sebelah timur Sungai Dengkeng yang merupakan deretan perbukitan yang terdiri dari Gunung Konang, Gunung Pendul, Gunung Semangu, Di lereng selatan Gunung Pendul hingga mencapai bagian puncak, terutama mulai dari sebelah utara Desa Dowo dijumpai batu pasir berlapis, kadang kala terdapat £ragmen sekis mika ada di dalamnya. Sedangkan di bagian timur Gunung Pendul tersingkap batu lempung abu-abu berlapis, keras, mengalami deformasi lokal secara kuat hingga terhancurkan.

Hubungan antar satuan batuan tersebut masih memberikan berbagai kemungkinan karena kontak antar satuan terkadang tertutup oleh koluvial di daerah dataran. Kepastian stratigrafis antar satuan batuan tersebut barn dapat diyakini jika telah ada pengukuran umur absolut. Walaupun demikian berbagai pendekatan penyelidikan serta rekontruksi stratigrafis telah banyak dilakukan oleh para ahli.

Daerah perbukitan Jiwo Timur mempunyai puncak-puncak bukit berarah barat-timur yang diwakili oleh puncak-puncak Konang, Pendul dan Temas, Gunung J okotuo dan Gunung T emas.

Gunung Konang dan Gunung Semangu merupakan tubuh batuan sekis-mika, berfoliasi cukup baik, sedangkan Gunung Pendul merupakan tubuh intrusi mikrodiorit. Gunung Jokotuo merupakan batuan metasedimen (marmer) dimana pada tempat tersebut dijumpai tanda-tanda struktur pense saran. Sedangkan Gunung Temas merupakan tubuh batu gamping berlapis.

Di sebelah utara Gunung Pendul dijumpai singkapan batu gampmg nummulites, berwarna abu-abu dan sangat kompak, disekitar batu gamping nummulites tersebut terdapat batu pasir berlapis. Penyebaran batugamping nummulites dijumpai secara setempat-setempat terutam di sekitar desa Padasan, dengan percabangan ke arah utara yang diwakili oleh puncak Jopkotuo dan Bawak.

Di bagian utara dan tenggara Perbukitan Jiwo timur terdapat bukit terisolir yang menonjol dan dataran aluvial yang ada di sekitamya. Inlier (isolited hill) ini adalah bukit Jeto di utara dan bukit Lanang di tenggara. Bukit Jeto secara umum tersusun oleh batu gamping Neogen yang bertumpu secara tidak selaras di atas batuan metamorf, sedangkan bukit Lanang secara keseluruhan tersusun oleh batu gamping Neogen.

2.4 Daerah Pegunungan selatan

Di sebelah selatan Kampus Lapangan hingga mencapai puncak Pegunungan Baturagung, secara stratigrafis sudah tennasuk wilayah Pegunungan Selatan. Secara struktural deretan pegunungan tersebut, pada penampang utara-selatan, merupakan suatu pegunungan blok patahan yang membujur barat-timur.

Untuk daerah di sekitar kampus lapangan, litologi yang dijumpai merupakan bagian dari Fonnasi Kebo, Butak dan Semilir. Beberapa lokasi singkapan penting penting antard lain sekitar Lanang dan desa Tegalrejo dijumpai” batu pasir tufan dengan sisipan serpih. Di selatan desa Banyuuripan, yaitu desa Kalisogo, ditemukan breksi autoklastik dengan pola retakan radial yang ditafsirkan sebagai produk submarine breccia. Semakin ke selatan, sekitar desa Tanggul, Jarum dan Pendem, terdapat singkapan endapan kip as aluvial. Di bagian barat daya, sekitar desa Tegalrejo, dijumpai batu pasir berlapis dengan pelapukan mengulit bawang. Di bagian timumya terdapat batu lempung abu-abu dengan zona kekar.

Naik ke arah puncak Baturagung, perlapisan-Iperlapisan batuan sedimen akan dijumpai dengan baik, dapat berupa batu pasir, batu lempung, batu pasir krikilan, batu pasir tufa maupun sisipan breksi. Pengamtan sepanjang jalan ini sangat penting untuk melacak keaadaan strtigrafis serta struktur geologi di daerah selatan Kampus Lapangan.

3 Kondisi Statigrafi Regional

Batuan tertua yang tersingkap di daerah Bayat terdiri dari batuan metamorf berupa filtit, sekis, batu sabak dan marmer. Penentuan umur yang tepat untuk batuan malihan hingga saat ini masih belum ada. Satu-satunya data tidak langsung untuk perkiraan umurnya adalah didasarkan fosil tunggal Orbitolina yang diketemukan oleh Bothe (1927) di dalam fragmen konglomerat yang menunjukkan umur Kapur. Dikarenakan umur batuan sedimen tertua yang menutup batuan malihan tersebut berumur awal Tersier (batu pasir batu gamping Eosen), maka umur batuan malihan tersebut disebut batuan Pre-Tertiary Rocks.

Secara tidak selaras menumpang di atas batuan malihan adalah batu pasir yang tidak garnpingan sarnpai sedikit garnpingan dan batu lempung, kemudian di atasnya tertutup oleh batu gamping yang mengandung fosil nummulites yang melimpah dan bagian atasnya diakhiri oleh batu gamping Discocyc1ina, menunjukkan lingkungan laut dalarn. Keberadaan forminifera besar ini bersarna dengan foraminifera plangtonik yang sangat jarang ditemukan di dalam batu lempung gampingan, menunjukkna umur Eosen Tengah hingga Eisen Atas. Secara resmi, batuan berumur Eosen ini disebut Formasi Wungkal-Garnping. Keduanya, batuan malihan dan Formasi Wungkal-Gamping diterobos oleh batuan beku menengah bertipe dioritik.

Diorit di daerah Jiwo merupakan penyusun utam Gunung Pendul, yang terletak di bagJn timur Perbukitan Jiwo. Diorit ini kemungkinan bertipe dike. Singkapan batuan beku di Watuprahu (sisi utara Gunung Pendul) secara stratigrafi di atas batuan Eosen yang miring ke arah selatan. Batuan beku ini secara stratigrafi terletak di bawah batu pasir dan batu garnping yang masih mempunyai kemiringan lapisan ke arah selatan. Penentuan umur pada dike! intrusi pendul oleh Soeria Atmadja dan kawan-kawan (1991) menghasilkan sekitar 34 juta tahun, dimana hasil ini kurang lebih sesuai dengan teori Bemmelen (1949), yang menfsirkan bahwa batuan beku tersebut adalah merupakan leher/ neck dari gunung api Oligosen. Mengenai genetik dan generasi magmatisme dari diorit di Perbukitan Jiwo masih memerlukan kajian yang lebih hati-­hati.

Sebelum kala Eosen tangah, daerah Jiwo mulai tererosi. Erosi tersebut disebabkan oleh pengangkatan atau penurunan muka air laut selama peri ode akhir oligosen. Proses erosi terse but telah menurunkan permukaan daratan yang ada, kemudian disusul oleh periode transgresi dan menghasilkan pengendapan batu garnping dimulai pada kala Miosen Tengah. Di daerah Perbukitan Jiwo tersebut mempunyai ciri litologi yang sarna dengan Formasi Oyo yang tersingkap lenih banyak di Pegunungan Selatan (daerah Sambipitu­ Nglipar dan sekitarnya).

Di daerah Bayat tidak ada sedimen laut yang tersingkap di antara Formasi Wungkal­Gampingan dan Formasi Oyo. Keadaan ini sang at berbeda dengan Pegunungan Baturagung di selatannya. Di sini ketebalan batuan volkaniklastik-marin yang dicirikan turbidit dan sedimen hasil pengendapan aliran gravitasi lainnya tersingkap dengan baik. Perbedaan-perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh kompleks sistem sesar yang memisahkan daerah Perbukitan Jiwo dengan Pegunungan Baturagung yang telah aktif sejak Tersier Tengah.

Selama zaman Kuarter, pengendapan batu gamping telah berakhir. Pengangkatan yang diikuti dengan proses erosi menyebabkan daerah Perbukitan Jiwo berubah menjadi daerah lingkungan darat. Pasir vulkanik yang berasal dari gunung api Merapi yang masih aktif mempengaruhi proses sedimentasi endapan aluvial terutama di sebelah utara dan barat laut dari Perbukitan Jiwo.

Keadaan stratigrafi Pegunugan Selatan, dari tua ke muda yaitu :

  1. Formasi Kebo, berupa batu pasir vulkanik, tufa, serpih dengan sisipan lava, umur Oligosen (N2-N3), ketebalan formasi sekitar 800 meter.
  2. Formasi Butak, dengan ketebalan 750 meter berumur Miosen awal bagian bawah (N4), terdiri dari breksi polomik, batu pasir dan serpih.
  3. Formasi Semilir, berupa tufa, lapili, breksi piroklastik, kadang ada sisipan lempung dan batu pasir vulkanik. Umur N5-N9. Bagian tengah meJ1iari dengan Formasi Nglanggran.
  4. Formasi Nglanggran, berupa breksi vulkanik, batu pasir vulkanik, lava dan breksi aliran.
  5. Dari puncak Baturagung ke arah selatan, yaitu menuju dataran Wonosari akan dijumpai Formasi Sambipitu, Formasi Oyo, Formasi Wonosari dan
  6. Formasi Kepek.